RIOTKLAB
BRING BACK OUR MEDIA!
Membaca Perspektif Doyz
Categories: General

 

Doyz adalah salah satu rapper veteran asal Jakarta. Dalam karir dia sudah menghasilkan dua album solo, Perspektif(2005) Oblivion(2005). Selain itu dia tergabung dalam grup Hip-hop seperti P-Squad dan Blakumuh. Selain itu juga menghasilkan satu album kolaborasi bersama Morgue Vanguard, Demi Masa(2018) yang sempat menggentarkan jagat Hip-hop tanah air dengan racikan beat dan rima mereka yang bernas mengecam pemerintah dan merangkum cerita masa-masa masuknya era Hip-hop di Indonesia pada masa pemerintahan Orba yang totaliter itu.

Sebenarnya saya mengalami kesulitan untuk menyiapkan format pertanyaan kepada Doyz, mengingat sudah banyak media yang mewawancarai rapper kelahiran 23 Agustus 1975 ini. Jadi saya hanya menambal apa saja yang bolong-bolong dan luput, selain agar wawancara ini tidak terlihat klise. Saya juga sekali lagi berterima kasih kepada Terapi Minor yang memberi saya jalur kepada Doyz meski hanya via daring, mengingat posisi saya yang terlempar di pulau Kalimantan ini, saya masih diberi asa dan tetap terkoneksi dengan para pegiat musik lintas pulau bahkan lintas generasi.

 

 

Jadi ini wawancara saya bersama Doyz da Noyz.

Permisi sebelumnya, saya Sri Prabowo dari Riot Klab, sebelumnya mengucapkan terima kasih karena sudah diberi kesempatan untuk mewawancarai om Doyz.

Salam kenal juga. Terima kasih kembali atas niatan wawancaranya 

 

Ini beberapa pertanyaan saya:

Bagaimana cerita awal mula mengenal dan mencintai Hip-hop?

Seperti sering saya ceritakan kepada berbagai media untuk pertanyaan yang sama, saya mengenal Hip-hop berawal dari era Breakdance yang menjadi trend di Indonesia, sekitar tahun 1984-1985. Beruntung saya tertarik dengan bebunyian yang mengiringi teman-teman saya yang sedang Breaking kala itu. Jadi saat saya sadar bahwa saya adalah B-boy yang buruk, saya tidak pernah menyesal Telah jatuh cinta pada subkultur ini pada pandangan dan pendengaran pertama.

Bagaimana bisa bertahan di era itu dengan segala keterbatasan untuk memperkenalkan Hip-hop dan proses produksi; mengingat anda termasuk pelopor scene Hip-hop Jakarta, bahkan Indonesia?

Di era awal 80-90an, saya masih berjuang untuk diri saya sendiri demi mengetahui, apa sebenarnya mahluk bernama Hip-hop ini?

Mengingat kanal-kanal informasi era itu tidak ada yang dapat memberikan pengetahuan yang komprehensif mengenai Hip-hop. Jadi jangankan memberikan perkenalan kepada orang lain, saya sendiri pun masih sulit mendapatkan infonya hahaha. Untuk konteks proses produksi, saya sebagai rapper baru mengenal “produksi studio” di tahun 1995, saat grup saya; Blakumuh ikut menyumbangkan materi lagu untuk album kompilasi Pesta Rap. Sulit pastinya jika melihat betapa mahal dan jarangnya peralatan perakit musik rap kala itu. Belum lagi harga pita rekam. Bisa beli bekasnya saja sudah bagus sekali. Baru pada awal tahun 2000an, saat perangkat lunak macam Fruity Loops hadir di pasaran, saya bisa menyiasati proses produksi ini. Pada akhirnya jalan pintas untuk tetap berproses, bersenang-senang di depan pengerasan suara, membuat hasrat saya untuk membuat album solo yang mandiri bisa saya realisasikan,

Ngomongin tentang Doyz, terkenal dengan isi dari lagu-lagunya yang lebih merangkum atau bercerita tentang kondisi scene dan masalah sosial yang terjadi pada waktu itu, album seperti Demi Masa bersama MV atau Distrik 21 di album Blakumuh: Dekaden Lintas Dekade. Pertanyaan saya lebih kesebarapa penting elemen jurnalisme dalam Hip-hop itu sendiri?

Sangat penting. Berkaca dari kesulitan pribadi saya dalam mendapatkan informasi, yang saya singgung dalam pertanyaan sebelumnya, peran jurnalisme dalam Hip-hop itu sangatlah penting. 85% pengetahuan saya tentang Hip-hop, saya dapatkan dari hasil produk jurnalisme. Mulai yang sederhana seperti ucapan terima kasih di balik sleeve album rap, sampai majalah-majalah, dan radio-radio yang ikut menyebarkan pengetahuan tentang hal ini. Sejujurnya, Hip-hop tak akan sebesar dan semendunia sekarang tanpa ada jurnalisme di dalamnya, Jurnalisme dalam subkultur ini, adalah jembatan sekaligus jendela untuk menjangkau lebih banyak audiens yang teralienasi di berbagai sudut dunia. Persis seperti saat Hip-hop menjangkau saya, saat saya jatuh cinta dan ingin mengenalnya lebih jauh di masa kanak-kanak saya.

Di masa dewasa ini, apa yang ingin dikejar dari seorang Doyz sendiri?

Tidak banyak. Saya hanya ingin menjadi ayah yang asik bagi anak-anak saya, dan juga suami yang bisa terus mendukung aktivitas istri saya. Sedangkan untuk konteks kreativitas, mungkin 1 album solo lagi sebelum mulut ini benar-benar terkatup, dan otak dibekap Alzheimer stadium akhir haha..

Siapa nama-nama pendatang baru scene Hip-hop yang perlu dipertimbangkan untuk saat ini?

Untuk saat ini, saya rasa mereka yang mengikuti jejak rap lokal, perlu menyimak Flyzad dari Bandung, Taktikallops dari Jakarta, Anarkay dari Bekasi, Karami dari Bali, kemudian ada sirkelnya Madsure dari Jogja, kru Skeptical Records, macam Cepraso, Oyrus, dan lain-lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- lain- Di. Secara lirikal mereka ini terdengar apa adanya, tidak pretensius. Tipikal rapper yang nge-rap demi menunjukkan siapa mereka, bukan nge-rap karena mau jadi siapa.

Apakah masih ada batasan antara rapper mainstream dan underground untuk saat ini. Mengingat banyak rapper underground yang memiliki kualitas, tapi kurang naik karena terjebak di lingkarannya saja?

Bicara mainstream atau underground era digital, sepertinya sudah tidak relevan lagi. Yang membedakan adalah siapa yang ingin bekerja lebih keras, dan siapa yang paling berani tampil secara all-out merengkuh gemerlap publisitas. Terkadang saya perhatikan, yang berkualitas dan tetap berada dalam gelembungnya adalah mereka yang memang tidak ingin berada di bawah cahaya dan menjadi pusat perhatian. Tidak bisa disalahkan juga. Seperti yang saya katakan sebelumnya; memang ada rapper yang nge-rap hanya ingin menunjukkan siapa mereka. Punya berpikir seperti apa mereka. Dan mereka tidak nge-rap karena ingin menjadi siapa.

Doyz sangat aktif di Twitter yang sekarang berganti nama menjadi X, kenapa lebih memilih X untuk membagikan obrolan seputar musik dan berbicara tentang isu sosial?

Sampai saat ini sih saya masih suka menyebutnya sebagai “Twitter” ya, hahaha. Anehnya saja menyebut “X”. Pada dasarnya sederhana, saya lebih memilih platform tersebut karena ia berbasis teks, bukan foto. Seperti dalam berkomunikasi pun sama; saya ini SMS orang, bukan orang telepon. Menulis bagi saya terasa lebih nyaman, dan apa adanya. Saya pernah memiliki akun Instagram yang saya hapus pada tahun 2017. Beberapa bulan lalu, saya membuat lagi akun di IG karena terpincut untuk memiliki akun di Threads yang berbasis teks pula. Namun ternyata Threads tidak semenarik Twitter. Isinya hanya kepura-puraan pesolek bingkai Instagram yang diformat ke dalam teks. Twitter (atau X) masih lebih menarik buat saya. Selain lebih banyak informasi dan pengetahuan yang bisa didapat, sosmed satu ini lebih bohong dan terasa lebih orisinil.

Seberapa besar kedekatan Doyz dengan kehidupan perkotaan, dan bagaimana merespon dan menyelamatkan kondisi itu?

Bagi saya yang lahir, tumbuh, dan berkembang di kampung perkotaan kota Jakarta, saya rasa hampir seluruh kehidupan yang saya jalani, mewakili kehidupan tersebut. Jadi bukan hanya dekat, kehidupan urban adalah nafas yang saya hirup. Oleh karena itu, saat saya pergi ke daerah-daerah pedesaan, seperti ada keinginan bagi saya untuk menonton kehidupan di sana. Meskipun pertanyaan sejuta dollar-nya adalah: “Emang lo bisa hidup lama di desa?” LOL

Buku favorit Doyz?

  1. Alcheny kebahagiaan – Al Ghazali
  2. 1984 – George Orwell

Bagaimana caranya bisa tetap konsisten menyuarakan ketimpangan dan terus berkarya?

Tidak melupakan dari mana kita berasal mungkin adalah cetak biru bagi saya untuk terus bisa berempati pada korban-korban ketimpangan sosial. Sedangkan untuk terus berkarya, selain dengan terus mengikuti perkembangan musik yang kita tekuni, rapatkan diri pada lingkar pertemanan yang sarat akan kreativisme, sedikit banyak yang akan menstimulasi cara kita berpikir dan berkarya.

Nyoblos gak tahun 2024, dan bagaimana pendapat Doyz melihat situasi politik kita saat ini?

Nyoblos? Hahahaha.. Kondisi poltik saat ini tidak kurang menyebalkan dari kondisi politik Indonesia sejak era Orla maupun Orba. Bedanya saat ini, di era digital, politisi memakai konsultan yang lebih menyarankan gimik-gimik populisme, dan juga permainan perang proksi lewat polarisasi di media sosial. Kita sudah mengenal macam-macam politik ini sejak 2014. Jadi buat saya semuanya adalah tai yang sama, di jamban yang sama pula.

Doyz adalah salah satu orang yang terlibat di acara Rhyme Pays, salah satu acara battle Hip-hop yang sedang naik dan menaikkan beberapa nama baru ke permukaan. bagaimana cerita acara ini bisa terlaksana, bahkan postingan terakhir diadakan di Bali. Meski kendala suara masih sering terjadi?

Rhyme pays itu murni diinisiasi oleh Gerry Xaqhala dengan bantuan Ucok MV di departemen konsep dan kreatif. Keterlibatan saya hanya sebatas membantu saja di situ. Yang saya tau adalah saat saya sedang main ke rumah Gerry di Jogja tahun 2022 awal, ia mendaulat saya untuk membantu menjadi salah satu juri di acara battle rap dengan konsep berbeda dari yang pernah ada. Itu saja yang saya ketahui mengenai latar belakang Rhyme pays ini.

Pertanyaan terakhir, kasih dosis musik harian dong, lagu apa belakangan ini yang sering didengerin?

Boleh. Saya kasih 5 ya.

1. Balloons – noname feat. Jay Electronica
2. Lebam – Taruk
3. For All Time – Mayer hawthorne
4. Lintasan Emas – Flyzad x Prime Manifez
5. Di Akhir Perang – Nadin Amizah

Comments are closed.