Hari yang cerah! Nikmat yang takkan terdustakan ngopi santai sambil memandangi dua burung love bird yang bermesraan dalam sangkar. Gendut tercerahkan dengan kuncup daun yang baru saja muncul dari permukaan tanah dalam pot kecil, benih ganja yang beberapa hari lalu baru ia dan Paimo kubur itu sudah mulai asik untuk dipandang.
“Mo! Tumbuh lagi ini!” teriak Gendut kegirangan.
Paimo menghampiri dengan segelas kopi panas yang baru saja mendidih. Kopi satu gelas untuk berdua dan dua weci yang baru turun tirisan dari kantin. Seperti kebanyakan hari-hari biasa sembari meyirami tanaman-tanaman yang siap menyambut rutin fotosintesis.
Beberapa waktu lalu, mereka berhasil merawat pohon ganja dengan teknik bonsai hingga panen. Pagi ini, setelah sepuluh hari masa pengeringan bajing (baca: bunga ganja) yang mrengkel-mrengkel itu sepertinya sudah siap untuk di hisap.Kopi dua gelas untuk berdua, dua weci yang perlahan hangat, dan kegiatan melinting hasil panen. Lebih spesial dari kebanyakan hari-hari biasa sembari memandangi tanaman-tanaman yang sedang berfotosintesis.
“Bakar Mo.” Gendut menawarkan Paimo untuk menyalakan pocong yang baru saja selesai ia linting.
Sisa batang dari hasil pengeringan ia campur dengan beberapa daun dan batang bekas bonsai di dalam wadah plastik. Disimpan begitu saja, entah akan menjadi apa, belum ada ide eksperimen yang terlintas di benak keduanya karena memerhatikan proses bajing yang mengering jauh lebih menyenangkan.
Ssshhhh… pffftss… pfffftss… hooaaaahh…
“Hassshh… taek!” Entah bagaimana proses kerja otaknya, di hisapan kedua Paimo berceletuk seperti itu.
“Kau kenapa Mo?”
“Tak ada, aku hanya menyayangkan kita harus sembunyi-sembunyi untuk menikmati hal seindah ini”
“Hehe, namanya juga narkoba Mo.”
“Oh tidak! Ini bukan narkoba Ndut! Ini lebih mirip seperti… apa ya… ah! Karunia. Kau sendiri saksinya bagaimana kita merawat dan memanen tanaman ini dari tanah, dari bumi! Seharusnya kan kita bisa menikmati ganja dimanapun dan kapanpun kita mau.”
“Hehe, memang sih. Narkoba itu sesuatu yang melewati proses ribet dan nggak alami. Aku setuju Mo! Ganja bukan narkoba. Rempah mulia kalau kata Gus Muh.”
“Ya! Rempah mulia juga istilah yang bagus. Aku yakin di jaman kolonial dulu ganja ini jadi salah satu komoditas rempah yang spesial seperti pala dan cengkeh.”
“Haha. Aku sekolah sampai DO ya Mo, nggak ada tuh buku sejarah yang menerangkan itu.”
“Ah sekolah itu memang fungsinya untuk memenjarakan pikiran kita Ndut, dan sejarah itu ditulis oleh pemenang peradaban. Artinya, ssshhhh… pffftss… pfffftss… hooaaaahh… siapa saja yang punya kuasa dan akses untuk memanipulasinya bisa juga memanipulasi kesadaran kita.Sama seperti penjelasan bagaimana ganja adalah narkoba.”
ssshhhh… pffftss… pfffftss… hooaaaahh…
“Aih, benar juga kau Mo. Haha.” Gendut memutus hisapan pada sepertiga panjang lintingan di asbak. Ia membagi weci pertama menjadi dua dan menyeruput kopi dengan mantapsebelum melanjutkan obrolan.
“Aku pernah tahu ada orang-orang yang berjuang untuk meluruskan pemahaman kita tentang ganja dan berjuang melegalisasinya di Esketu. Bahkan ada organisasinya lho.”
“Maksudmu LGE?”
“Iya itu! Lingkar Ganja Esketu.”
“Iya aku tahu. Tapi aku sudah tidak peduli.”
“Haha. Mengapa? Bukankan katamu seharusnya kita bisa menghisap ganja dimanapun dan kapanpun?”
“Iya, tapi tidak ada hubungannya dengan LGE.”
“Mereka pernah menyusun buku yang memuat 500 lebih rujukan ilmiah tentang tanaman ganja lho, dan ingin melegalkan ganja sesuai dengan asas pancasila.”
“Iya, laku menyusun buku itu memang berguna. Aku punya bukunya, dan masih kusimpan sampai sekarang. Tapi aku sudah nggak peduli. Organisai itu tidak memiliki agenda serius yang matang.”
“Aku pernah beli kaosnya lho Mo, disana diselipkan surat bertuliskan ‘kami berjuang, kalian bersabar.’”
“Haha. Sial! Sama Ndut! Aku juga!”
“Waktu itu aku tersentuh sih kena kata-kata itu, rasanya kyakikut andil gitu dalam perjuangan melegalisasi ganja. Haha.”
“Benar, tapi baru-baru ini aku mikir. Kita bersabar sampai kapan ya?”
“Nunggu sampai teman-teman kita habis di penjara kali ya?. Haha.”
“Haha! Iya juga ya. Karena mereka itu sudah berdiri lebih dari satu dekade tapi tak ada perubahan apa-apa terhadap pemanfaatan tanaman ini, Ndut, setidaknya riset yang berproses lah, atau yang paling krusial dekriminalisasi pengguna yang ketangkep lah. Penjara dimana-mana itu penuh lho.”
ssshhhh… pffftss… pfffftss… hooaaaahh… Paimo membakar lagi lintingan yang tadi sempat di putus oleh Gendut.
“Sejauh ini yang tampak hanya gerakan ombak kecil di permukaan air untuk kepentingan dagang Ndut.”. Paimo melanjutkan obrolan.
“Lalu yang tidak tampak?”
“Yang tidak tampak ya profit dagang itu larinya kemana. Haha. Sudah bisa ditebak arah perjuangan palsu macam itu, Ndut. Tanaman ini akan dikapitalisasi. Legalisasi hanya akan mendorong korporat-korporat untuk berbisnis apapun dari ganja. Legal itu pasti, hak tanam dan tumbuh akan tetap di represi.”
“Ah! Kalian ini berisik sekali! Menggangu santapan matahari pagiku!“. Tunas ganja dalam pot dihadapan mereka tiba-tiba memunculkan sepasang bola mata dan bibir. Ya! Ia melotot dan berbicara memotong obrolan Paimo dan Gendut.
“Waaaaaaaa!! Uhuuuukk… uhhuukk… Jeesus Christ!!” Paimo dan Gendut tergaket melihat itu, mereka terkaget sambil tetap mengoper lintingan satu sama lain.
“Padahal aku hanya ingin tumbuh dan menikmati matahari, kalian tinggal duduk menyirami tiap pagi sambil memanen sesuai kebutuhan. Tak perlu bahasa-bahasa yang rumit untuk memahami hal sesederhana itu kan!?”
Gendut mencoba mengoper lintingan ganja di tangannya pada tanaman ganja itu dengan mendekatkan pong ke bibir kecil yang muncul di batang ganja. “Bodoh! Kau hisap saja! Mana mungkin aku menghisap diriku sendiri?! Biarkan aku menyantap matahari pagi ini sampai tuntas!”
Mereka membiarkan tanaman ganja itu menikmati matahari paginya. Matanya perlahan tertutup. Bibirnya tenggelam ke dalam batang tunas kecil itu. ssshhhh… pffftss… pfffftss… hooaaaahh… lintingan ganja di tangan Gendut dioperkan ke Paimo, dan obrolan kedua pemuda itu berlanjut setelah mereka saling bertatapan sejenak kemudian melempar tawa.
Itu ganja terbaik yang pernah mereka hisap, yang praktis memberi mereka kesadaran baru jika orang-orang dan organisasi yang ada dan paling berisik berbicara tentang legalisasi ganja untuk menguntungkan segelintir orang adalah mereka yang sebenarnya paling menghianati pohon ganja. Penyalahgunaan dan pembenargunaan tanaman ganja adalah konsep tak penting yang dipikirkan manusia yang tak pernah mendengar dan melihat ganja melotot dan berbicara.
“Mereka itu seolah-olah pancasila adalah hal yang sakral sampai semuanya harus berlandaskan pada itu, toh padahal nilai-nilai pancasila sendiri tidak mereka terapkan.”. Paimo melanjutkan percakapan.
“Memangnya apa yang sakral Mo?”
“Ini, ganja yang kita hisap ini adalah kesakralan yang tinggi diatas keduniawian.”
“Hmmmm...”
“Begitu saja tanggapanmu Ndut?”
Gendut menerima passingan, dan menghisap nya.
ssshhhh… pffftss… pfffftss… hooaaaahh…
“Kau tau apa yang sakral Mo?”
“Apa?”
“Aku.”
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore diiringi bel yang berbunyi. Mereka kembali ke blok kamar masing-masing, dua orang supir mengiringi untuk menggembok trali besi. Dan sial! Pembelaan mereka pagi ini hanya kopi dan dua potongweci.
SELESAI