Jari dengan kuku oval rapi itu melingkar di besi panjang setengah berkarat. Dengan jantung berdebar Cempaka menunggu ia yang sedang berjalan dari biliknya. Hari ini Cempaka tampil sedikit berbeda, rambut yang biasanya hanya diikat satu kini diurai dengan sedikit gelombang di ujung-ujungnya. Tubuh yang biasanya hanya dibungkus daster lusuh ala kadarnya, kini dibalut terusan pendek bermotif bunga cerah, dengan bentuk A-line yang membuat gerakannya lebih leluasa. Ada yang lain dari wajah dan aroma wewangian yang melekat di setiap sudut badannya. Terselip goresan eyeliner di kelopak mata, blush on berwarna nudie brown di kedua pipinya, serta aroma daun bunga Violet bercampur dengan aksen Jeruk Mandarin yang kental. Hari ini adalah pertemuan ketiga dan terakhirnya dengan Randy. Lelaki menarik yang bukan hanya menawarkan kasih sayang yang lama ia tidak rasakan. Tetapi juga berhasil membuka gudang berahi Cempaka yang lama tertutup rapat. Bersamanya, muncul pula fantasi liar yang kelak akan menghidupkan hidup wanita itu. Seperti hari ini. Janjinya untuk bertemu bukan hanya sekedar berhadapan, bercengkrama, atau menunjukkan perkembangan perut Cempaka yang memasuki trimester ketiga seperti dengan dua pertemuan sebelumnya. Namun, kalau boleh mengutip judul buku Eka Kurniawan ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’. Kali ini rindu mereka sarat dengan syahwat, yang juga harus dibayar lunas tanpa syarat.
Telah 8 bulan dilewati Cempaka dengan terombang-ambing. Dengan otak dan hati yang kosong. Tidak ada bara api, pantikan gelora asmara, atau sekedar percikan binal yang dulu memanaskan kehidupannya. Juga gulungan desah dan kelamin yang dulu datang silih berganti. Kehamilan. Kehamilan sudah tentu membawa kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Adalah hal mutlak yang tidak ia telak. Namun seiring berjalannya waktu ia semakin terkikis dengan rasa tidak percaya diri dan rendah diri, yang semakin, dan semakin menenggelamkannya dalam jurang gelap. Dua hal kontradiktif itu terus menerus menghantui malam-malam Cempaka. Hingga suatu saat, ia memutuskan untuk menyelamatkan dirinya dengan sejulur tangan dari Randy. Lelaki malang yang akan ia temui.
Dari kejauhan ia mendengar derap kaki dua orang. Disusul dengan hadirnya batang hidung lelaki pujaannya dan satu orang penjaga berseragam. Lelaki tersebut lantas duduk dengan senyum termanis yang pernah Cempaka lihat selama 8 bulan terakhir. Senyum tersebut mengembang sempurna di atas wajah hitam manis dengan mata yang sedang serta alis yang tebal. Rambut lelaki itu nampak panjang, tepatnya dibiarkan panjang karena Cempaka memohon kepadanya untuk tidak memotong rambut sebelum hari ini tiba. Begitu pula dengan janggut dan kumis yang dibiarkan berantakan. Ia menggamit tangan Cempaka dengan lembut dari balik jeruji dan berkata “Kamu apa kabar?” sambil tetap mengembangkan senyumnya. Cempaka balas dengan senyum, dan berkata “Aku tidak pernah sebaik ini, Randy” sambil menatapnya lekat. Sepasang mata yang tak pernah disangkanya akan memiliki ramuan mutakhir untuk membuatnya kembali merasakan nikmatnya mabuk asmara.
Awal Maret satu tahun yang lalu. Ia bertemu Randy dalam satu keterpurukan. Tempat tenang dengan tembok tembok putih yang merekam segala tangis serta raungan pasien-pasien yang serupa dengan mereka. Tempat Praktek Kesehatan Jiwa ‘Nurani’ namanya. Saat itu dua-duanya sedang gila dan di ambang depresi. Dua wajah kusut yang bertemu dan bertatapan di ruang tunggu itu disatukan oleh ketidakwarasan. Sejak saat itu mereka berjuang bersama. Bedanya, Randy berjuang di balik jeruji besi, dan Cempaka berjuang di balik pusat rehabilitasi yang berjarak ribuan kilometer dari sisi Randy. Akibatnya rindu tak juga dituntaskan oleh temu hingga beberapa bulan lalu. Mereka dipersatukan dalam satu ruang kunjung pengap lembaga pemasyarakatan. Dalam sekian janji yang ingin dituntaskan mereka, bercinta adalah salah satunya. Randy sudah tidak sabar ingin leluasa menjamah tubuh tak biasa dari Cempaka, dan sebaliknya, Cempaka ingin memberikan kepuasan dan rasa sayang kepada lelaki yang telah menyelamatkannya dalam bentuk yang lebih vulgar. Janji itulah yang membuat mereka bersekutu. Sepakat untuk menuntaskannya dalam satu bilik asmara. Cempaka membawa 350 ribu rupiah dan Randy memberi beberapa bungkus rokok kepada penjaga demi 30 menit waktu mereka bersama, berdua. Cukup tidak cukup.
Segera setelah bertukar beberapa kata, mereka diarahkan menuju satu bilik kecil yang berada di ruangan paling pojok bagian belakang. Sebelum memasuki bilik itu mereka harus mengendap melewati sumur dan surau kecil yang tidak terawat. Bilik itu berisikan satu dipan berbahan kayu dengan kasur busa diatasnya. Kondisinya tidak bisa dibilang layak, namun cukup bersih untuk dijadikan sarana pelepas rindu. Sepertinya bilik ini memang dikhususkan untuk begitu. Randy menggamit tangan Cempaka erat ketika mereka memasuki bilik. Mengusapnya lembut seakan berisyarat bahwa mereka akan baik-baik saja. Setelah mengunci pintu dan memastikan sang penjaga sudah benar benar hilang dari pandangannya, Randy menghampiri Cempaka yang sedang duduk di atas kasur. Pandangan matanya hangat dan berbicara banyak hal dalam kesepian yang kian. Wajahnya sumringah dan begitu memancarkan kesan bahagia. Randy begitu dalam menikmati wajah perempuan itu. Baru kali ini ia melihat Cempaka dalam jarak yang sangat dekat. Bahkan ia bisa mencium aroma nafas Cempaka yang hangat.
Dari sekian banyak titik ia memilih untuk memulainya dari perut Cempaka yang membesar. Disibakkannya gaun cempaka yang megar, kemudian tangannya merayap ke paha dan mengelus perut Cempaka. Beberapa kali ia bermain di sesuatu yang membesar itu sambil berbicara “Ini tidak membuat kamu buruk rupa sama sekali, kamu terlihat jauh lebih seksi, Cempaka” yang diucapkan tepat di daun telinga perempuan itu. Sambil terus melanjutkan gerayangnya yang kini sudah naik menuju payudara Cempaka yang juga membengkak, ia mulai mencium bibir kekasihnya itu. Ini, adalah ciuman bibir pertama yang ia rasakan sejak mendekam di sini. Hampir satu tahun lamanya. Maka bukan hanya Cempaka yang dipenuhi rasa rindu untuk bercumbu, namun Randy, juga haus akan guyuran sayang dari seorang wanita.
Cempaka mulai merasakan getaran yang lama tidak menghampirinya. Getaran yang mendorongnya untuk segera melucuti pakaian Randy sambil tetap melumati bibirnya yang beraroma tembakau. Bukan hanya pakaian, ia juga melucuti celana jeans tanggung Randy hingga gagal. Hingga tersisa celana pendek berwarna abu-abu. Randy, dengan egonya yang membuncah turut membuka gaun Cempaka. Hingga tubuh putih kuning langsatnya hanya terbungkus celana dalam dan nursing bra berwarna senada. Dengan lincah bibirnya memainkan tali bra yang elastis, dan kedua tangannya gesit melepas bra Cempaka hingga kedua gunung dengan puting berwarna hitam itu mencuat diantara kedua bola mata Randy. Sesaat setelah keduanya bertelanjang dada. Randy mulai menjamah payudara dan menggigit, serta menghisap puting Cempaka dengan lembut. Dalam hisapannya ia turut merasakan air susu yang sudah mulai muncul di usia kehamilan Cempaka yang memasuki trimester ketiga. Selagi menikmati payudara Cempaka, ia juga turut menjamah dan meremas mesra pinggang wanita yang mulai melebar itu, dengan guratan selulit yang membingkai indahnya tubuh Cempaka. Cempaka meracau tidak karuan, ia tidak hanya merasakan kenikmatan bercumbu, namun ia juga merasakan indahnya diterima apa adanya.
Merasa cukup basah dan terangsang Cempaka berkata “Cukup Randy, sekarang giliranku” dengan mulai melepaskan jari jemari dan bibir Randy, lalu merebahkan tubuh lelaki itu. Sebelum ia menyapu bersih setiap jengkal badannya, ia diam sejenak sembari menikmati wajah berpeluh yang penuh dengan permintaan-permintaan yang tidak perlu Randy ucapkan. Cempaka mulai menjilati leher Randy, menciumi setiap aroma tubuhnya, dan tidak berhenti untuk beberapa menit selanjutnya, hingga ia sampai di pangkal kelamin lelaki itu. Cempaka memutuskan untuk memulainya disana. Ia mengecup dan mulai menghisapnya dengan kencang. Mulutnya bermain lihai dengan nafas yang terhalang oleh kelamin yang sudah tegak menantang di dalam tenggorokannya. Lidahnya rajin mengabsen setiap jengkal alat vital lelaki itu tanpa sela. Tidak butuh lama untuk membuatnya tegang sempurna, dan lagi lagi tidak panjang waktu yang mereka miliki saat itu. Maka setelah memastikan bahwa ini siap untuk dimulai. Cempaka memberi aba aba untuk segera menuntaskan.
Dengan lembut Randy berganti posisi dan merebahkan Cempaka di kasur. Pinggangnya diganjal dengan bantal berbentuk persegi. Liang Cempaka sudah basah oleh pelumas alami yang, secara mengejutkan, amat harum. Walaupun berbadan dua, Cempaka tidak absen untuk merawat kemaluannya, termasuk membasuhnya dengan daun sirih dan mencukur bulunya. Tentu dengan bantuan terapis salon karena ia sudah tidak bisa menjangkau kemaluan dengan perut yang besar. Perlahan Randy mulai memasukkan penisnya ke dalam vagina Cempaka. Cempaka menyebutkan nama Randy dua kali sebelum dia memutuskan untuk memejamkan mata dan membiarkan dirinya larut dalam gelombang berahi yang dahsyat. Gelombang yang hampir genap 8 bulan tidak ia rasakan. Tidak disangka, liang kewanitaan Cempaka menyambutnya dengan cengkraman yang dahsyat. Yang mampu melambungkan desir darah Randy dengan cepat hingga ke ubun-ubun. Membuatnya semakin ganas memompa, hingga kadang lupa, bahwa ia harus melakukannya dengan perlahan karena tubuh Cempaka belum siap menerima guncangan yang kencang. Desah mereka bercampur dengan derit dipan serta rongrongan baling-baling kipas angin yang usang. Dan itu, adalah latar miris dan indah yang bisa dimiliki keduanya saat itu.
20 menit berpacu dengan peluh dan desahan. Pompaan Randy akhirnya tiba di garis akhir ketika ia harus mengeluarkan air mani yang ia luncurkan tepat di atas perut Cempaka. Wanita itu meminta untuk dikeluarkan di sana, yang dituruti Randy dengan iya. Dengan lemas keduannya mengakhiri pacuan yang menawan. Yang berakhir dengan kecupan dan lontaran rasa sayang dan terima kasih. Tak lama, gedoran pintu menyadarkan mereka berdua. Waktu mereka sudah habis. Bahkan kalau tidak berdasar iba, pintu itu seharusnya sudah digedor 10 menit yang lalu. Randy dan Cempaka segera berpakaian sambil tertawa kecil, dan keluar dari bilik asmara dengan berpegangan tangan erat. Mereka kembali ke ruang berkunjung. Mengucapkan rasa sayang dan terima kasih sekali lagi, berpelukan sekali lagi, saling mengecup kening sekali lagi. Dan berpisah, dengan perjuangan dan hidup yang harus mereka lanjutkan masing-masing lagi.
***SELESAI**