RIOTKLAB
RK TO DEATH
Menanam Puisi terakhir di Danau Loch Ness
Categories: Zine

Menanam Puisi terakhir di Danau Loch Ness

Oleh : Kevin Alfirdaus

Sssnnnwhuffffll?

Hnwhuffl hhnnwfl hnfl hfl?

Gdroblboblhobngbl gbl gl g g g g glbgl.

Drublhaflablhaflubhafgabhaflhafl fl fl –

gm grawwwww grf grawf awfgm graw gm.

Hovoplodok – doplodovok – plovodokot-doplodokosh?

Splgraw fok fokkerroko-krnch.

Crook-cronk, splgrafhatchgabrlgabrl fok splfok!

Zgra kra gka fok!

Grof grawff gahf?

Gombl mbl bl –

blm plm,

blm plm,

blm plm,

blp.

The Loch Ness Monster’s Song – Edwin Morgan

ditulis dari From Glasgow to Saturn (Carcanet, 1973)

juga diterbitkan dalam Collected Poems (Carcanet, 1990)

 

Artwork by : Serigalanaut 1

Jadi saat Ia sedang dalam perjalanan ke Bandara, ia teringat suatu kejadian akibat maut yang tengah merenggut akal pikir sesorang. Perempuan itu teringat pada masa kecilnya yang kerap menyirami dunia meski ia sedikit mengantuk dengan matanya yang pudar. Terkadang, ia masih menggunakan pakaian sekolah yang meninggalkan bercak kotor sehingga ia sering di marahi orangtuanya. Apa yang ia sampaikan tidak berlebihan atau tidak dilebih-lebihkan. Saat mulai menyirami pekarangan bunga ditempatnya bekerja, ia berpikir jika pengalaman itulah yang paling berhaga untuk memahami betapa besarnya dunia ini. Sejak ia memahami bagaimana dunia bekerja, ia juga  belajar untuk menyembunyian pekerjaannya dari kedua orang tuanya.

Ayahnya tinggi besar dan kukuh. Dan kerap kali ia pulang larut malam karena bekerja di Pabrik, sehingga anak itu tak punya pilihan lain untuk memperluas imajinasinya selain ke kebun tempatnya bekerja. Seorang Kakek dan Nenek penjual bunga itulah yang senantiasa menerimanya dan kadangkala juga mereka membacakan dongeng-dongeng selepas menyirami bunga. Saat Kumbang mendesau kalut di pekarangan, Kakeknya percaya jika saat itu pula alam semesta sedang menguji seseorang dalam menentukan pilihan terhadap penialaian akan sesuatu yang hidup. Seorang yang membenci hama, ia akan mengusirnya segera karena semakin banyak serat bunga yang di hisap – semakin mengurangi nilai jual dan kecantikan bunga itu sendiri. Namun, seorang yang lapang, berpikir dengan tenang, dan lebih toleran terhadap semua mahluk hidup – pasti akan mencari cara untuk menawarkan solusi lain agar semua mahluk benar-benar bisa saling menghidupi. Makin sulit menilai sesuatu yang hidup; makin banyak pilihan yang harus diambil; dan disaat itulah manusia mencari pengetahuan yang banyak untuk dapat dipilih satu.

“Kakek, jika banyak pilihan di dunia ini, mengapa kita hanya dapat memilih satu? Mengapa diantara banyak taman, mengapa ia memutuskan untuk kesini?” Tanya Garcia kepada Kakeknya.

“Garcia, memang di dunia ini banyak pilihan yang akan kamu jalani sebagai manusia yang kelak bertumbuh dewasa. Namun itu tidak sama dengan memilih salah satu lalu kehilangan yang lain. Jika kita dapat memahami antar hubungan satu dengan hubungan lain, keterkaitan dan hal yang terkait lainya, dan kecintaan dan cinta yang lain, kamu akan mengerti jika menentukan pilihan itu tidak sama dengan menyuruh Kumbang untuk terbang menjauhi taman. Mungkin saja, ada proses di mana Kumbang itu menyimpan perasaan dan kecintaan yang membekas sehingga ia memutuskan untuk hinggap kesini” Jawab Kakek.

“Aku baru mengerti jika takdir adalah hal yang bisa diukur … Kek”

Tidak berhenti disitu, Garcia mulai memasukan banyak pertanyaan kepada sang Kakek. Ia mengerti, jika suatu saat anak kecil itu harus memutuskan sesuatu yang sulit di dalam hidupnya.

“Dalam cerita rakyat Candi Prambanan Provinsi Yogyakarta, Apakah menurut anda Roro Jonggrang bersalah dalam menolak Bandung Bondowoso meski pangeran itu telah membuatkan 999 candi dalam satu malam? Mengapa Roro Jonggrang di kutuk menjadi perawan tua seumur hidupnya? Mengapa saat aku menyangkal guru bercerita ‘jika Roro Jonggrang tidak bersalah’ aku justru dikatakan aneh dan sesat? Bukannya pesan moralnya adalah cinta tidak bisa dipaksakan?”

“Garcia, memang kakek tidak sepenuhnya sepakat dengan cerita rakyat yang mensubordinasi perempuan. Kakek mengerti, Legenda yang mengisahkan tentang cinta yang patah dan unsur keterpaksaan dari Pangeran Bandung Bondowoso kepada putri Roro Jongrang menyebabkan meluapnya kemarahan dari Pangeran Bandung Bondowoso. Itu tidak bisa dipungkiri, namun ada hal lain yang bisa diambil ketimbang tragedi dari akhir hidup Roro Jonggrang; yaitu semangat perlawanannya demi menolak cinta dan meraih cinta yang lain”

“Itu artinya, ia tidak bersalah bukan?”

“Tidak. Ketimbang harta dan juga kekuasaan yang mewah, ia memilih kebebasan dan cinta”

“Ah sudah kuduga. Memang beberapa guru di sekolah harus berpikir seperti Kakek,”

Kakeknya adalah Pria Skotlandia yang terdampar dan menjalani sisa-sisa hidup bersama Istrinya disini. Ia memiliki seorang keturunan yang mempelajari seluruh budaya Ayahnya lahir. Anak semata wayangnya sukses bekerja di kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau The Indonesian Society Scotland (TISS) sebagai pelayan Konsuler.  Berulangkali, ia mengatakan bahwa ia rindu dengan Putranya yang tinggal di Edinburg, yang tidak jauh dari Danau Loch Ness yang legendaris itu.

“Aku tidak mengerti, Kek. Kenapa orang luar Negeri suka sekali memutuskan hidup di tempat terpencil seperti kampung halamanku ini ya?” Garcia bertanya yang membuat sang Kakek tertawa getir.

“Skotlandia masuk dalam wilayah Britania raya. Sebelum Kakek mencintai bunga-bunga di Indonesia dan mencintai Nenekmu, Kakek tinggal di dataran tinggi dengan unsur tanah Podsolik yang lazim mendapatkan Iklim di Skotlandia merupakan iklim maritim sedang. Pada 2.588.000 hingga 11.500 tahun yang lalu, seluruh wilayah Skotlandia tertutup oleh lapisan es pada zaman es Pleistosen endapan laut yang tertutup di antara endapan glasial. Entah mengapa saat Kakek melihat Tanaman seperti Heather, Bluebell, Primrose, dan bunga-bunga lainnya, Kakek teringat jika kondisi tanah dipengaruhi banyak proses iklim yang berkembang di dunia meski Bumi ini memiliki umur Jutaan tahun. Saat itulah Kakek bertemu dengan Nenekmu yang kala itu satu fakultas bersama. Hingga akhirnya Kakek tertarik pada tanaman tropis dan tinggal disini hingga sekarang,”

“Apakah naga di Danau Loch Ness itu benar ada?”Tanya Garcia dengan mata yang berkaca-kaca.

“Hmm mungkin saja ada, Garcia. Kakek selalu percaya bahwa ada Spesies berukuran raksasa di dunia ini. Entah sudah punah atau pun belum, buktinya kebudayaan itu menabjubkan bukan?” Jawab santai Kakek.

“Iya itu benar-benar menabjubkan. Aku sering melihat para Loch Ness Musicians meniup Bagpipe dengan menggunakan celena merah kotak-kotak. Apa itu benar?” Tanya nya kembali. Kali ini Garcia benar-benar memohon untuk dijawab.

“Benar. Pakaian tradisional berbentuk rok itu bernama Kilt yang sering dipakai pria Gaelik di dataran tinggi Skotlandia. Jelas saja Kakek dulu pernah memakainya” tutup Kakek.

Saat itu Nenek mencengkram tangan Garcia dengan erat, mengajaknya untuk masuk. Saat Kakek bercerita tentang anak dan kampung halamannya, hatinya sumringah layaknya kelopak bunga yang bermekaran. Tetapi, tangis getir turun tidak sengaja di antara pipinya. Mulanya, Garcia menganggap jika hal itu adalah ikatan darah daging yang saling merindukan. Namun, Nenek menjelaskan semuanya; anaknya 10 tahun yang lalu – telah mati dalam kecelakaan beruntun di sebuah Tol saat kursus mengemudi. Semua cerita tentang anaknya dan Skotlandia selama 10 tahun belakang adalah kebohongan. Kejadian ini tidak berlebihan atau tidak dilebih-lebihkan. Garcia menangis.

*****

Bumi memang berbentuk bulat. Garcia berada di Royal Hil, Greenwich – 0,4 mill dari jalanan utama. Saat petang akan lenyap, Perempuan itu memulai semua petualangan tanpa Kakeknya di tempat waktu bumi dimulai. Di dalam perjalanan, Garcia tau jika inilah keinginan terakhirnya. Ia tengah menjalani hidup yang damai dengan melanjutkan cita-cita orang tua asuhnya yang adalah seorang penjual bunga. Saat Garcia bertanya Kepada Kakeknya, “Bagaimana memilih tanpa kehilangan yang lain?” Kakeknya seolah kesulitan menjawab. Meskipun jawaban sesunggunya tidak akan perah ada pilihan tanpa kehilangan yang lain. Garcia tau, saat itu pula Kakeknya menyadari jika gadis kecil itu sudah bersiap untuk kehilangan satu keluarga kandungnya yang kerap menelantarkannya karena dan memilih untuk tinggal bersama Kakek dan Nenek angkatnya ini. Namun, senyum Kakeknya selalu tampak menguatkan Garcia untuk terus mengambil peran ganda sabagai anak yang diasuh dua keluarga. Bagaimanapun atas jasa Kakeknya, membuatnya datang kesini.

“A-nis, chan eil a ‘Chù-Sìth agus na sgeulachdan mu’ n fhear-dhearg a’ dol timcheall an seo ach uamhasachd. Tha ceòl-criche agus àilleagan às deidhh na h-oiche dhan t-seòmar-taic. (Sekarang, Perdamaian dan kisah-kisah ‘n redman berkeliling di sini hanyalah sebuah refleksi. Kamar mandinya memiliki musik rock dan pergi setelah sudut),” tukas penduduk asli tersebut.

“Tapadh leibh, uncail. Tha seo nas motha gu leòr airson ùrnaigh a dhèanamh air a shonTha Tha mi airson tuilleadh mu ar n-eachdridhh na annsaich innsachadh. Tha sibh uabhasach ciùin agus cabanta ann an inadail suidheachaidh (Terima kasih, paman. Ini lebih cukup bebek untuk berdoa baginya. Aku ingin lebih banyak tentang keabadian kita daripada di mana sebuah penginapan. Anda sangat tenang dan kabin dalam penempatan)” jawab Garcia dengan hati yang begitu tenang.

Sembari memetik bunga Bluebell, Garcia merasa hembusan angin benar-benar terasa seperti cerita-cerita Kakeknya dahulu. Kali ini, ia tengah berada di Danau Loch Ness bersama seorang penduduk asli yang menjadi tour gate nya. Sudah 20 tahun rasanya semenjak cerita-cerita tentang Danau ini bersama Kakeknya. Hari ini, Pria itu telah wafat, dan satu alasan ia berada disini adalah untuk menyirami semua puisi yang ia Garcia buat sepanjang hidupnya. Untuk mendoakan kedua orang tua asuhnya tersebut.

 

“Hsddhhhh ghokkkks

sidjkkk plm pm

ghfghghh zkha klit klit

zkha zkha gombl mbl

blm plm

plm

blp

 

The Old Man and Flowers Scotland

Untuk mendiang Kakek, Herman Heez” tutup Garcia berdoa

Comments are closed.